Sabtu, 23 April 2011

Bagaimana Peran Bimbingan dan Konseling di Sekolah?

Bimbingan dan Konseling
Ada orang yang membutuhkan bimbingan sepanjang hidupnya, tetapi ada pula yang hanya membutuhkan pada masa remaja atau pada saat menghadapi masa-masa kritis. Pelayanan bimbingan diutamakan untuk anak-anak, remaja, dan orang-orang muda, serta mereka yang karena sesuatu hal tidak dapat memanfaatkan kesempatan yang tersedia untuk umum (misalnya: mereka yang cacat bawaan, atau cacat karena kecelakaan, penyakit, atau hambatan sosial-politik)
Bimbingan dibutuhkan pada saat keputusan untuk menentukan pilihan harus dilaksanakan. (1) bimbingan merupakan bantuan untuk membuat keputusan yang bijaksana mengenai pilihan. Bahkan (2) bila tidak ada pilihan pun bimbingan dapat diperlukan, ialah untuk membantu individu memahami dan menerima situasi tanpa pilihan ini. Dengan kata lain, bimbingan juga membantu seseorang agar dapat bekerja sama dengan sesuatu yang tidak dapat dihindari. (3) bimbingan juga diperlukan pada saat orang tidak sadar bahwa ia mempunyai pilihan lain. Ini adalah pelayanan pemberian informasi untuk menunjukkan berbagai pilihan yang dapat ditempuh. (4) pada saat seseorang berada dalam keadaan yang tidak optimal untuk membuat keputusan, misalnya: sedang depresi, sedang lelah, atau sedang kebingungan sehingga keputusan yang diambil kurang bijak.

Bagaimana Peran Bimbingan dan Konseling di Sekolah?
Hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal. Pertama, dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis). Kedua, mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak. Ketiga, menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Keempat, mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup. Empat peran di atas dapat efektif, jika Bimbingan dan Konseling didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah. Bimbingan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa membolos, berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama. Pemilahan peran demikian memungkinkan Bimbingan dan Konseling optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, Bimbingan dan Konseling lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. Bimbingan dan Konseling dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa waswas akan privacy-nya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orangtua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka. Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru Bimbingan dan Konseling. Akibatnya, konselor mesti disampiri tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, jaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya. Bimbingan dan Konseling yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang Bimbingan dan Konseling sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet. Betapa mendesak untuk dikedepankan peran Bimbingan dan Konseling dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada BK dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat dalam proses kependidikan.

Daftar Pustaka :
Sukadji, Soetarlinah. 2000. Psikologi Pendidikan dan Psikologi Sekolah. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (L.P.S.P3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
http://qodrat.wordpress.com/2007/10/03/pentingnya-bimbingan-konseling-oleh-st-kartono-dalam-didaktika/


Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar